Masa yang indah, hiduplah tiga orang lelaki yang terlahir dari rahim yang berbeda. Orang pertama, sebutlah namanya Jundi merupakan anak bungsu di keluarganya. Pria ini adalah anak kesayangan di keluarganya, sampai-sampai keluarganya overprotektif terhadapnya. Sulit sekali untuk mengajaknya pergi ke tempat yang jauh tanpa pengawalan atau pengawasan keluarganya. Orang kedua, sebutlah namanya Aqil, dia adalah anak kedua dari enam bersaudara. Walaupun anak kedua, sifat dewasa yang cukup terlihat diantara tiga orang sahabat ini. Entah darimana sifat itu muncul, yang pasti dia bukanlah anak manja di keluarganya. Orang ketiga, sebutlah namanya Randi, merupakan anak kedua dari empat bersaudara yang sangat mandiri. Dia adalah orang yang paling dewasa dibanding dua orang lainnya.
Masing-masing memiliki background yang berbeda, setidaknya mereka tidak berasal dari TK, SD, maupun SMP dan SMA yang sama, dan besar di tempat berbeda, Mereka dipertemukan ketika telah beranjak dewasa pada sebuah bangunan hijau muda yang sangat indah, tempat mereka menimba ilmu sekaligus tempat pencarian jati diri. Pada awalnya mereka tidak saling kenal, hanya Aqil dan Randi yang berada dalam satu kelas dan tergabung dalam sebuah komunitas yang mereka namai 3 in 1. Mereka sangat kompak, selalu terlihat bersama-sama.
mereka berdua sering dipertemukan dalam rutinitas yang sama. satu jurusan dikampus mereka dan lebih sering lagi kedewasaan mereka membuat tampil lebih tegar, bakat silat adalah sisi paling sering mempertemukan mereka.
Tersebutlah Jundi, sebagai orang baru yang tergabung dalam tali persahabatan Aqil dan Randi. Pertemanan Jundi, Aqil dan Randi bermula ketika mereka bertiga bersama-sama dalam satu perjalanan malam yang mengasyikkan. Pertemanan Aqil dan Randi semakin dekat karena mereka ternyata satu arah dalam perjalanan pulang, sehingga sering pulang bersama-sama. Berjalanlah kehidupan persahabatan mereka seperti halnya aktifitas mahasiswa yang lain, ditambah aktifitas dunia persilatan. Banyak sekali istilah dalam persahabatan mereka, seperti dakwah, tarbiyah, jihad, Syahid, Bidadari ( yang terakhir paling bikin semangat ) de el el, entah apa maksudnya, yang pasti mereka sangat menyukai bersandi-sandi.
Ada beberapa kesepakatan idealisme diantara mereka, terutama yang terucap antara Aqil dan Randi. Diantaranya, sepakat untuk berdialog dengan ”ana” – ”antum” (menggantikan ”saya”-”kamu”), kesepakatan untuk tidak berjabat tangan sesama non muhrim, dan kesepakatan untuk tidak berpacaran. Dan mereka sama-sama saling menguatkan dalam keistiqomahan.
Tapi dibalik gelar "ikhwah" yang melekat mereka, tetap seperti mahasiswa lainnya, mereka belum bisa terbebaskan dari aktifitas keceng-mengeceng, yang terjadi mungkin karena perkembangan menuju kedewasaan penuh, sehingga terjadi perubahan dalam ketertarikan yang sayangnya tidak dapat di manage dengan baik oleh mereka, sehingga buku curhatan bersama terisi dengan hal-hal yang demikian.
Red-white book adalah sebutan untuk catatan diary bersama, isinya penuh dengan daily life yang dijalani dalam kehidupan masa-masa SMU dan merupakan rahasia diantara mereka bertiga. Ada cerita tentang Aqil yang dihukum/dijemur di lapangan sekolah karena bolos sekolah dengan alasan hujan lebat dan hari kejepit, ada puisi-puisi tak bertuan, diskusi keagamaan, hingga koleksi-koleksi pistol Randi. Terkadang, atau mungkin sering, diisi dengan komitmen2 antara Aqil dan Randi ketika jam-jam pelajaran atau bahkan disela-sela Dosen menerangkan pelajaran.
hingga tiba satu hari mereka berpisah, dimana mereka harus menentukan arah tujuan hidup mereka selepas akhir wisuda mereka. Sesungguhnya mereka bertiga telah memiliki goal yang jelas, hanya saja beberapa benturan terjadi ketika mereka ingin berjalan ke arah sana.
Untuk Aqil, dengan bakatnya yang luar biasa dalam seni bela diri, dia sangat cocok untuk menjadi seorang tentara, akan tetapi orang tuanya mengharapkan dia untuk kuliah di tempat yang memiliki masa depan menjanjikan.
Untuk Randi, dia sesungguhnya sangat ingin menjadi Mujahid dan Syahid sebagai impian hidupnya. Dan harapan itu bersambut ketika terbuka peluang Jihad ke Palestina. Harapan itu pun pupus ketika tidak diperbolehkan oleh kedua orangtuanya.
Untuk Jundi, dialah satu-satunya yang mendapatkan dukungan 100% dari kedua orangtuanya, menjadi seorang dokter (ajaib, karena keluarganya sangat protektif sementara ia harus ke makassar seorang diri demi mewujudkan cita-citanya). Dan sekarang ia sedang berkeliling di Makassar melakukan pengabdian demi memenuhi kewajibannya menuju gelar dr. Jundi, Hanya saja dia tidak pernah mood dengan impian itu, karena ia tetap saja menyukai seni sebagai jalan hidupnya. jadilah ia "bulan-bulanan" keluarga ynag dianggapmnya gagal.
Akhirnya, mereka bertiga terpisahkan oleh geografis, antara Makassar, Pinrang dan sidrap. Acara perpisahan pun dilakukan dengan makan-makan bareng, kali ini dengan beberapa anggota 6 as 1. Akhirnya, tiga orang sahabat itu membeli tiga buah topi simbolis dengan warna hitam, sebagai tanda pengerat persahabatan mereka.
Semasa kuliah, mereka saling menasehati ketika salah satu sedang bimbang atau sedang melenceng arah, saling menguatkan dalam menjalankan aktifitas keagamaan, fastabiqul khairot antara satu dengan yang lain, dan saling mendukung untuk kesuksesan bersama. Dan terus berlanjut hingga kini walaupun dengan tatap muka yang sangat minim.
Persahabatan mereka merupakan persahabatan unik yang penuh dengan hal-hal menyenangkan, memalukan dan menyedihkan, yang tentunya juga dimiliki oleh kebanyakan orang. Persahabatan ini tetap terpatri, hingga ketika seseorang menanyakan berapa sahabat yang dimiliki, kepada salah seorang diantara mereka. Dia pun terpikirkan kepada dua orang sahabatnya itu, plus beberapa sahabat lainnya pada chapter lain di buku kehidupannya.
Read more...